BannerFans.com
Headlines News :
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

7 Negara yang Pernah di Jajah Indonesia


Siapa bilang Indonesia adalah negara budak yang hanya bisa dijajah dan tak bisa menggempur negara lain. Ternyata Indonesia pernah melakukan invasi ke sejumlah negara. Ini beneran invasi perang dengan tentara lho gan, bukan penyerbuan TKI ke negeri asing . Ya udah langsung aja deh, ini nih 7 Negara Yang Pernah Diinvasi Indonesia.

1. Timor Leste


Operasi Seroja adalah sandi untuk invasi Indonesia ke Timor Timur yang dimulai pada tanggal 7 Desember 1975. Pihak Indonesia menyerbu Timor Timur karena adanya desakan Amerika Serikat dan Australia yang menginginkan agar Fretilin yang berpaham komunisme tidak berkuasa di Timor Timur. Selain itu, serbuan Indonesia ke Timor Timur juga karena adanya kehendak dari sebagian rakyat Timor Timur yang ingin bersatu dengan Indonesia atas alasan etnik dan sejarah.

2. Papua Barat

Operasi Trikora, juga disebut Pembebasan Irian Barat, adalah konflik 2 tahun yang dilancarkan Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat. Pada tanggal 19 Desember 1961, Soekarno (Presiden Indonesia) mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. Tugas komando ini adalah merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.

KRI Irian, Penjelajah kelas Sverdlov
3. Malaysia

Pada 20 Januari 1963, Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April, sukarelawan Indonesia (sepertinya pasukan militer tidak resmi) mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda dan melaksanakan penyerangan dan sabotase. Tanggal 3 Mei 1963 di sebuah rapat raksasa yang digelar di Jakarta, Presiden Sukarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya: Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia, Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak dan Sabah, untuk menghancurkan Malaysia

4. Malaka

Sejak tahun 1509, Pati Unus, raja Demak, sudah merancang rencana untuk menguasai Malaka. Saat itu Malaka berada di bawah kekuasaan Kesultanan Malaka. Dengan kata lain, perlu dicatat bahwa serangan Demak ke Malaka jelas bukanlah sebuah serangan anti-kekuasaan asing, tetapi sebuah invasi imperialis. Tahun 1511, Alfonso D’Alburquerque, Laksamana armada Portugis, mendahului Pati Unus dengan menaklukkan Malaka. Sultan Malaka Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan.

5. Singapura
Usman lahir di Purbalingga, Banyumas, Jawa Tengah (1943). Harun lahir di P Bawean, Surabaya (1947). Kedua-duanya nama samaran untuk tugas sebagai sukarelawan menyusup ke Singapura, melakukan tugas sabotase dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat). Pada waktu itu RI terlibat konfrontasi dengan Malaysia dan Singapura. Usman dan Harun tergabung dalam tim sabotir. Pada 8 Maret 1965 malam, berbekal 12,5 kg bahan peledak mereka bertolak dengan perahu karet dari P Sambu. Mereka dapat menentukan sendiri sasaran yang dikehendaki.

Maka setelah melakukan serangkaian pengintaian, pada suatu tengah malam terjadi ledakan di sebuah bangunan Mc Donald di Orchard Road. Tiga orang tewas dan sejumlah lainnya luka.




6. Indochina (Kamboja dan Vietnam) & 7. Siam (Thailand)
 
Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan invasi dan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.

Model kapal tahun 800-an Masehi yang terdapat pada candi Borobudur.

Ternyata Benar Benua Atlantis Itu Indonesia



“Atlantis The Lost Continents Finally Found”. Dimana ditemukannya ? Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah di Indonesia (?!). Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu itu adalah benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban yang sangat tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam ke dasar laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai hukuman dari yang Kuasa. Kisah Atlantis ini dibahas dari masa ke masa, dan upaya penelusuran terus pula dilakukan guna menemukan sisa-sisa peradaban tinggi yang telah dicapai oleh bangsa Atlantis itu.
Pencarian dilakukan di Samudera Atlantik, Laut Tengah, Karibia, sampai ke kutub Utara. Pencarian ini sama sekali tidak ada hasilnya, sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang diceritakan Plato itu hanyalah negeri dongeng semata. Profesor Santos yang ahli Fisika Nuklir ini menyatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan karena dicari di tempat yang salah. Lokasi yang benar secara menyakinkan adalah Indonesia, katanya..
Prof. Santos mengatakan bahwa dia sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun terakhir ini. Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik, Ethnologi, dan Comparative Mythology. Buku Santos sewaktu ditanyakan ke ‘Amazon.com’ seminggu yang lalu ternyata habis tidak bersisa. Bukunya ini terlink ke 400 buah sites di Internet, dan websitenya sendiri menurut Santos selama ini telah dikunjungi sebanyak 2.500.000 visitors. Ini adalah iklan gratis untuk mengenalkan Indonesia secara efektif ke dunia luar, yang tidak memerlukan dana 1 sen pun dari Pemerintah RI.
Plato pernah menulis tentang Atlantis pada masa dimana Yunani masih menjadi pusat kebudayaan Dunia Barat (Western World). Sampai saat ini belum dapat dideteksi apakah sang ahli falsafah ini hanya menceritakan sebuah mitos, moral fable, science fiction, ataukah sebenarnya dia menceritakan sebuah kisah sejarah. Ataukah pula dia menjelaskan sebuah fakta secara jujur bahwa Atlantis adalah sebuah realitas absolut ?
Plato bercerita bahwa Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dan ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga.
Warga Atlantis yang semula merupakan orang-orang terhormat dan kaya, kemudian berubah menjadi ambisius. Yang kuasa kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung berapi, dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya sehingga menenggelamkan seluruh benua itu.
Kisah-kisah sejenis atau mirip kisah Atlantis ini yang berakhir dengan bencana banjir dan gempa bumi, ternyata juga ditemui dalam kisah-kisah sakral tradisional di berbagai bagian dunia, yang diceritakan dalam bahasa setempat. Menurut Santos, ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat.
Bencana ini menyebabkan punahnya 70% dari species mamalia yang hidup saat itu, termasuk kemungkinan juga dua species manusia : Neandertal dan Cro-Magnon.
Sebelum terjadinya bencana banjir itu, pulau Sumatera, pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia dan benua Asia.
Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’.
Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang memegang peranan penting dalam bencana ini adalah Gunung Krakatau dan ‘sebuah gunung lain’ (kemungkinan Gunung Toba). Gunung lain yang disebut-sebut (dalam kaitannya dengan kisah-kisah mytologi adalah Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani.
Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai dengan ledakan dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung itu sendiri, dan membentuk sebuah kaldera besar yaitu selat Sunda yang jadinya memisahkan pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan gelombang laut yang sangat tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran rendah diantara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia, diantara Jawa dan Kalimantan, dan antara Sumatera dan Kalimantan. Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) .
Abu ini kemudian turun dan menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut.
Gletser di kutub Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.
Tekanan air yang besar ini menimbulkan tarikan dan tekanan yang hebat pada lempeng-lempeng benua, yang selanjutnya menimbulkan letusan-letusan gunung berapi selanjutnya dan gempa bumi yang dahsyat. Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleitocene secara dramatis.
Dalam bukunya Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu. Padahal zaman pada waktu itu adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara menyeluruh adalah kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dari sekarang.
Lokasi yang bermandi sinar matahari pada waktu itu hanyalah Indonesia yang memang terletak di katulistiwa.
Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang hilang itu “….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung jadi satu…”. Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah dengan luas Laut China Selatan.
Menurut Profesor Santos, para ahli yang umumnya berasal dari Barat, berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia berasal dari dunia mereka. Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di bawah perairan Indonesia dan bukan di tempat lain.
Walau dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing, ternyata istilah-istilah yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau kejadian yang sama.
Santos menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah Aryan dan Dravidas.
Semua suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu, yang kemudian menyebar ke seluruh Eurasia dan ke Timur sampai Auatralia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang menumbuhkan pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini terjadi pada zaman Pleistocene.
Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga tropis dengan padang-padang yang indah, gunung, batu-batu mulia, metal berbagai jenis, parfum, sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang sangat produktif, istana emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan bermacam hewan liar lainnya. Menurut Santos, hanya Indonesialah yang sekaya ini (!). Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika.
Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. . Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara.
Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.
Catatan terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India melalui tradisi-tradisi cuci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan, Tripura, dan lain-lain. Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam tersebut.
Suku Dravidas yang berkulit lebih gelap tetap tinggal di Indonesia. Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan timbulnya secara tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti pertanian, pengolahan batu mulia, metalurgi, agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution.
Bahasa-bahasa dapat ditelusur berasal dari Sansekerta dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju dipandang dari gramatika dan semantik. Contohnya adalah abjad. Semua abjad menunjukkan adanya “sidik jari” dari India yang pada masa itu merupakan bagian yang integral dari Indonesia.
Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain. Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain.
Itulah ringkasan teori Profesor Santos yang ingin membuktikan bahwa benua atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di Indonesia. Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis, dibandingkan dengan lokasi alternative lainnya disimpulkan Profesor Santos dalam suatu matrix yang disebutnya sebagai ‘Checklist’.
Terlepas dari benar atau tidaknya teori ini, atau dapat dibuktikannya atau tidak kelak keberadaan Atlantis di bawah laut di Indonesia, teori Profesor Santos ini sampai saat ini ternyata mampu menarik perhatian orang-orang luar ke Indonesia. Teori ini juga disusun dengan argumentasi atau hujjah yang cukup jelas.
Kalau ada yang beranggapan bahwa kualitas bangsa Indonesia sekarang sama sekali “tidak meyakinkan” untuk dapat dikatakan sebagai nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu, maka ini adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan waktu lebih dari sepuluh ribu tahun. Contoh kecilnya, ya perbandingan yang sangat populer tentang orang Malaysia dan Indonesia; dimana 30 tahunan yang lalu mereka masih belajar dari kita, dan sekarang mereka relatif berada di depan kita.
Allah SWT juga berfirman bahwa nasib manusia ini memang dipergilirkan. Yang mulia suatu saat akan menjadi hina, dan sebaliknya. Profesor Santos akan terus melakukan penelitian lapangan lebih lanjut guna membuktikan teorinya. Kemajuan teknologi masa kini seperti satelit yang mampu memetakan dasar lautan, kapal selam mini untuk penelitian (sebagaimana yang digunakan untuk menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam peralatan canggih lainnya diharapkannya akan mampu membantu mencari bukti-bukti pendukung yang kini diduga masih tersembunyi di dasar laut di Indonesia.
Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia ? Bagaimana pula pakar Indonesia dari berbagai disiplin keilmuan menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke posisi sangat terhormat : sebagai asal usul peradaban bangsa-bangsa seluruh dunia ini ?
Coba kita renungkan penyebab Atlantis dulu dihancurkan : penduduk cerdas terhormat yang berubah menjadi ambisius serta berbagai kelakuan buruk lainnya (mungkin ‘korupsi’ salah satunya). Nah, salah-salah Indonesia sang “mantan Atlantis” ini bakal kena hukuman lagi nanti kalau tidak mau berubah seperti yang ditampakkan bangsa ini secara terang-terangan sekarang ini.
Demikian kutipan dari Catatan Bang Ferdy Dailami Firdaus tentang Teori Santos secara ringkas. Bagi yang berminat untuk membaca lebih jelas, dapat langsung ke website Profesor Arysio Nunes Dos Santos – Atlantis The Lost Continent Finally Found http://www.atlan.org/ (badruttamamgaffas.blogspot.com)

Atlantis, Benua yang Hilang Akhirnya Ditemukan: di Benak Plato

Tulisan ini disunting ulang dari tiga karya tulis penulis sendiri dengan beberapa tambahan, yaitu dari artikel di Harian Umum Pikiran Rakyat “Sundaland = Benua Atlantis yang Hilang?” (7 Oktober 2011), serta dari dua artikel pada blog pribadi (budibumi: http://blog.fitb.ac.id/BBrahmantyo): “Mitos Modern Prof. Santos: Atlantis itu Indonesia” (diunggah ke blog 17 Feb 2010), dan “Dua Puluh Empat Syarat Menjadi Atlantis; Mungkinkah Indonesia?” (diunggah ke blog 29 Okt 2009). Selamat membaca.
Imaji Plato, sang filsuf pengemuka Mitos Atlantis (diunduh dari www.etc.usf.edu, 3-3-2012)
Hingga hari ini, isu tentang Atlantis di Indonesia ternyata belum mereda, bahkan semakin menjadi-jadi. Wacana itu muncul sejak dilontarkan oleh sebuah buku yang terbit 2005 berjudul “Atlantis: the Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization” oleh seorang profesor fisika nuklir asal Brazil, Arysio Nunes dos Santos. Di Indonesia sendiri, demam Atlantis memanas setelah terbitnya sebuah artikel di Harian Umum Pikiran Rakyat (PR) 2 Otober 2006 oleh Prof. Dr. H. Priyatna Abdurrasyid, Ph.D dengan judul “Benua Atlantis itu (Ternyata) Indonesia.” Prof. Priyatna tersanjung karena Indonesia dinyatakan sebagai benua Atlantis yang hilang mengutip pendapat Profesor Santos.
Walaupun saat itu belum membaca bukunya, tetapi sebagai seorang ahli geologi dan banyak membaca tentang arkeologi Indonesia, saya segera menulis bantahan di harian umum yang sama. Artikel yang dimuat di PR, 7 Oktober 2006 itu berjudul: Sundaland = Benua Atlantis yang Hilang? Saat itu, penelusuran melalui dunia maya menemukan bahwa sampul buku itu menampilkan Kepulauan Indonesia bagian barat, yang tidak lain adalah apa yang pernah dikenal sebagai Kepulauan Sunda Besar, terdiri dari Pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan yang dipersatukan oleh paparan luas yang kemudian dikenal sebagai Paparan Sunda atau dikenal pula sebagai Sundaland. Itulah mengapa judul artikel bantahan itu mengandung kata “Sundaland.”
Sundaland/Indonesia adalah Benua Atlantis yang hilang? Sungguh membanggakan! Namun banyak ganjalan yang sangat mengganggu dengan pendapat Profesor Santos yang melambungkan nama Indonesia itu. Ganjalan-ganjalan yang berkecamuk dalam pikiran itu akhirnya menggiring penelusuran internet tentang Atlantis kepada Dialog Timaeus dan Critias, yang ditulis oleh Plato, sumber awal munculnya mitos Atlantis itu.
Tuturan Critias
Mitos Atlantis bermula ketika mahaguru Socrates berdialog dengan ketiga muridnya Timaeus, Critias, dan Hermocrates. Critias menuturkan sebuah cerita dalam bentuk pantun yang diterima dari kakek buytnya yang juga bernama Critias, tentang sebuah negeri dengan peradaban tinggi yang kemudian ditenggelamkan oleh Dewa Zeus karena penduduknya yang dianggap pendosa. Critias, si kakek buyut, mendapatkan cerita itu dari seorang Yunani bernama Solon, dan Solon sendiri mendapatkannya dari seorang pendeta Mesir, ketika ia mengunjungi Kota Sais di delta Sungai Nil.
Di luar dari distorsi yang mungkin terjadi, tulisan tentang Dialog Timaeus dan Critias tentang Atlantis yang kemudian ditulis Plato adalah sumber tertulis yang menjadi referensi utama mitos itu. Dari dialog itulah tergambarkan suatu negeri yang adil, makmur, gemah ripah loh jinawi bernama Atlantis. Letak Atlantis berada di depan selat yang diapit Pilar-pilar Hercules (the Pillars of Heracles). Luasnya lebih besar dari gabungan Libia dan Asia. Terdapat jalan ke pulau-pulau lain. Dari tempat ini akan ditemui sisi lain negeri yang dikelilingi oleh lautan sejati. Laut yang berada di Selat Heracles hanyalah satu-satunya jalan masuk ke pelabuhan dengan gerbang sempit. Tetapi laut yang lain adalah samudera luas dengan benua yang mengelilinginya merupakan benua luas tanpa batas.
Atlantis merupakan kerajaan besar yang menguasai seluruh pulau dan daerah sekitarnya, termasuk Libia, kolom-kolom Heracles, menguasai Mesir, dan sampai sejauh Tyrrhenia di daratan Eropa. Suatu hari terjadilah gempa bumi dan banjir tsunami yang melanda negeri itu, dan hanya dalam satu hari satu malam, seluruh Atlantis dan penghuninya ditenggelamkan ke dalam lautan. Menurut Plato, kehancuran Atlantis terjadi pada 9600 SM atau kira-kira 11.600 tahun yang lalu. Angka ini dalam Geologi dikenal sebagai awal Kala Holosen, satuan pembagian waktu geologis termuda.
Buku Profesor Santos
Akhirnya buku yang dijadikan acuan Prof. Priyatna untuk artikelnya itu, baru diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Ufuk pada tahun 2009 dan mulai diedarkan di awal 2010. Sebelum membaca buku itu, artikel bantahan berargumen berdasarkan sisi geologis dan arkeologis. Dari sudut pandang dan temuan-temuan geologis dan arkeologis itulah sebenarnya telah sangat jelas bahwa penenggelaman Sundaland (yang menurut Prof Santos menjadi inti Atlantis di Indonesia) tidak terjadi dalam satu malam, jangka waktu penenggelaman seperti diungkapkan Plato. Penenggelaman paparan luas itu terjadi secara evolutif memakan waktu ribuan tahun. Itupun bukan oleh suatu gempa bumi yang diikuti tsunami raksasa, tetapi akibat perubahan iklim berupa pemanasan global dari zaman es ke zaman antar es.
Dari sisi arkeologis, ketika Atlantis diperkirakan oleh Plato berjaya sampai sekitar 11.600 tahun yang lalu, peradaban Indonesia purba tidaklah semaju seperti yang digambarkan oleh Plato. Kehidupan purbakala saat itu masih berada pada Zaman Paleolitik. Masyarakatnya hidup terutama dari berburu dengan hanya menggunakan bahan-bahan alam dari batu, tulang, atau kayu/bambu, mungkin juga menangkap ikan. Mereka tinggal di gua-gua atau teras sungai dan pantai. Tidak ada pendapat satu pun yang menggolongkan budaya Paleolitik seperti itu sebagai budaya yang dianggap maju dan tinggi dalam pengertian yang sepadan ketika Plato menuliskan bukunya. Bandingkan di waktu yang sama, bangsa Mesir dan Yunani telah berperadaban tinggi, di antaranya sudah sanggup membuat piramid atau parthenon.
Setelah membaca bukunya, tadinya terpikir bahwa Profesor Santos akan berargumen dengan temuan-temuan baru geologis dan arkeologis di Indonesia. Namun alasannya rupanya lebih didasarkan pada argumen-argumen mitologis dan kebetulan-kebetulan atau kesamaan linguistik. Peta-peta dan buku-buku kuno Ramayana, Mahabarata, Iliad, dan lain-lain, serta dongeng-dongeng yang tersebar di seantero dunia dari tradisi Yahudi Kuno, Kristiani Awal, kepercayaan-kepercayaan pagan yang menyembah berhala, adalah referensi untuk menyatakan argumennya bahwa akhirnya benua Atlantis yang hilang telah ditemukan (di Indonesia), seperti judul bukunya.
Begitupun alasan-alasan dari sisi geologi lainnya sama sekali tidak mendasar. Akhir Atlantis menurut Santos adalah letusan dahsyat Gunung Krakatau (Proto Krakatau) pada 11.600 tahun lalu. Dari referensi geologi tidak pernah ada catatan penentuan umur produk letusan itu. Krakatau dianggap Pilar Herkules yang sesungguhnya dengan pendamping Gunung Dempo di Sumatera Selatan. Sayangnya, di geologi catatan tentang letusan Gunung Dempo sangatlah miskin dan juga belum pernah diketahui meletus dahsyat. Akhirnya Profesor Santos menggunakan argumen letusan Toba 74.000 tahun lalu yang jelas tidak cocok dengan berakhirnya Atlantis yang menurut Prof. Santos sendiri (tentunya mengutip Plato) berakhir 11.600 tahun yang lalu.
Profesor Santos menyatakan bahwa kesimpulan penemuan Atlantis di Indonesia itu adalah setelah melalui riset selama 30 tahun. Anehnya, dari berbagai penelusuran, jelas sekali bahwa belum sekali pun Profesor Santos mengunjungi Indonesia. Sebagai seorang doktor fisika nuklir (dan juga mengaku sebagai ahli geologi) ternyata karya-karya tulisnya hanya di seputar Atlantis saja. Argumennya sama sekali tidak mengacu kepada bidang fisika nuklir, bahkan pada analisis geologi yang kritis.
Ada satu hal yang semakin meragukan argumennya. Pada referensi bukunya, Profesor Santos ternyata tidak satu pun mengacu pada literatur tentang geologi dan arkeologi Indonesia. Padahal telah sangat banyak referensi tentang geologi, arkeologi, mitologi, sejarah, antropologi, dan lain sebagainya tentang Paparan Sunda, Sundaland, atau Indonesia, baik yang ditulis peneliti-peneliti Indonesia dalam bahasa Inggeris, maupun mancanegara/internasional. Misalnya buku paling lengkap membahas prasejarah Indonesia oleh Peter Bellwood (Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago, 1985; edisi Bahasa Indonesia diterbitkan Gramedia, 2000) sama sekali tidak dirujuk.
Tetapi ia malah berargumen bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung api aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Sesuai dengan kutipan dari Plato, Profesor Santos mengarahkan bingkai waktu Atlantis pada zaman es kala waktu Plistosen Akhir. Zaman es terakhir (Wurm) terjadi pada maksimum 18.000 tahun yang lalu. Kala itu, tutupan es di kutub-kutub Bumi meluas hingga lintang 60 derajat, dan air laut di khatulistiwa surut tajam hingga minus 140 m dari muka air laut sekarang. Perairan Laut Jawa, Selat Karimata dan Laut Cina Selatan yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 100 m, berubah menjadi daratan, menyatukan Pulau Jawa, Bali, Sumatra dan Kalimantan ke dataran Asia. Paparan luas di tenggara Asia itulah yang kemudian dikenal sebagai Sundaland.
Kurva kenaikan muka air laut selama Zaman Es terakhir. Di Sundaland, air laut beranjak naik dari minus 140 m pada 18.000 tahun lalu hingga permukaan laut sekarang (kurang lebih sejak 5.000 tahun yang lalu) memakan waktu selama lebih dari 13.000 tahun. Kenaikan itu menenggelamkan Paparan Sunda yang pernah menjadi daratan di Zaman Es pada puncaknya 20.000 tahun yang lalu. Sumber: www.skepticalscience.com, diunduh 3-3-2012
Setelah zaman es itu, permukaan air laut mulai naik seiring dengan masuknya zaman antar-es, atau dapat dikatakan sebagai zaman pemanasan global. Permukaannya naik terus hingga posisinya sekarang, menenggelamkan paparan rendah Sundaland. Namun, penenggelaman paparan Sunda berjalan sangat pelan (evolutif), memakan waktu hampir 13.000 tahun. Padahal menurut cerita Critias yang dikutip Plato, Atlantis tenggelam hanya dalam satu hari satu malam!
Terdapat beberapa orang yang juga tidak percaya pendapat Profesor Santos. Di antaranya adalah ahli geologi dari BP Migas, Awang H. Satyana yang sempat didaulat untuk bedah buku Profesor Santos itu di akhir November 2009. Kutipan berikut ini diambil dari resume yang diposting di milis iagi.net dari tulisannya yang sangat panjang:
Tesis-tesis yang diajukan Profesor Santos dalam bukunya “Atlantis: the Lost Continent Finally Found” (2005) tidak mempunyai bukti dan argumentasi geologi. Sundaland adalah paparan benua stabil yang tenggelam pada 15.000 – 11.000 tahun yang lalu oleh proses deglasiasi akibat siklus perubahan iklim, bukan oleh erupsi volkanik. Erupsi supervolcano justru akan menyebabkan musim dingin dalam jangka panjang.
Tidak ada bukti letusan supervolcano Krakatau pada 11.600 tahun yang lalu. Letusan tertua Krakatau yang dapat diidentifikasi adalah pada tahun 460 AD. Gempa, erupsi volkanik dan tsunami tidak pernah disebabkan beban sedimen dan air laut pada dasar samudera, tetapi akibat interaksi lempeng-lempeng tektonik.
Migrasi manusia Indonesia (Sundaland) ke luar setelah penenggelaman Sundaland, bertolak belakang dengan bukti-bukti penelitian migrasi manusia modern secara biomolekuler.Karena mekanisme-mekanisme geologi yang diajukan Prof. Santos tidak mempunyai nalar geologi yang benar, maka sangat diragukan bahwa Indonesia (Sundaland) merupakan benua Atlantis.
Sundaland ketika menjadi daratan selama Zaman Es (20.000 – 5.000 tahun yang lalu) dengan jaringan sungainya yang dikenal sebagai Sungai Sunda Utara yang mengalir di dasar Selat Karimata dan bermuara ke Laut Cina Selatan, dan Sungai Sunda Selatan yang mengalir di dasar Laut Jawa dan bermuara ke Selat Makassar (diunduh dari www.frontiers-of-anthropology.blogspot.com, 3-3-2012)
Memang, akhirnya buku Profesor Santos hanyalah buku yang penuh argumen yang tidak berdasarkan kepada temuan ilmiah. Profesor Thomas Djamaluddin, peneliti/astronom dari LAPAN, berpendapat bahwa teori Profesor Santos hanya akan menjadi pseudo-sains yang seolah-olah seperti sains tetapi cara pengungkapannya lebih hanya kepada opini-opini penulis sendiri yang didasarkan pada mitos dan legenda, dan tidak didukung bukti-bukti geologis atau arkeologis yang meyakinkan (http://nasional.vivanews.com/news/read/100793- ilmuwan_indonesia__atlantis_itu_pseudoscience. Diunduh Februari 2010).
Dua puluh empat kriteria
Cerita tragis yang memunculkan mitos Atlantis bila kita cermati memang akan mengarah secara geografis di sekitar Laut Tengah (Mediterania). Nama-nama seperti Libia, Mesir, Eropa dan Tyrrhenia, menjadi penanda tempat di sekitar laut yang memisahkan Eropa dengan Afrika dan Asia itu. Begitu pula Pilar-pilar Hercules yang banyak dipercayai sebagai Selat Gibraltar (atau dalam bahasa Arab, Selat Jabaltarik), selat di ujung barat Laut Tengah antara Eropa dan Afrika yang merupakan gerbang ke Samudera Atlantik. Betulkah Atlantis sebuah benua yang lebih besar dari gabungan Libia dan Asia? Ada juga opini yang menentangnya dengan menyatakan bahwa telah terjadi salah translitarsi kata Yunani meson (lebih besar) dengan mezon (di antara).
Sangat banyak negara yang mengaku sebagai lokasi Atlantis. Sampai akhirnya para ahli, peneliti dan peminat Atlantis pernah mengadakan konferensi yang dihadiri 15 negara di Pulau Milos, Yunani, 11 hingga 13 Juli 2005. Mereka bertukar pikiran mengenai keberadaan Benua Atlantis. Selama konferensi dengan judul “Hipotesis Atlantis – Mencari Benua yang Hilang,” para spesialis dalam bidang arkeologi, geologi, volkanologi dan ilmu-ilmu lain memperesentasikan pandangannya tentang keberadaan Atlantis, waktu menghilangnya, penyebabnya, dan kebudayaannya.
Berdasarkan kepada referensi tulisan Plato, peserta konferensi akhirnya setuju pada 24 kriteria yang secara geografis harus memenuhi persyaratan keberadaan lokasi Atlantis, yaitu:
  1. Metropolis Atlantis harus terletak di suatu tempat yang tanahnya pernah ada atau sebagian masih ada.
  2. Metropolis Atlantis harus mempunyai morfologi yang jelas berupa selang-seling daratan dan perairan yang berbentuk cincin memusat.
  3. Atlantis harus berada di luar Pilar-pilar Hercules.
  4. Metropolis Atlantis lebih besar dari Libya dan Anatolia, dan Timur Tengah dan Sinai (gabungan).
  5. Atlantis harus pernah dihuni oleh masyarakat maju/beradab/cerdas (literate population) dengan ketrampilan dalam bidang metalurgi dan navigasi.
  6. Metropolis Atlantis harus secara rutin dapat dicapai melalui laut dari Athena.
  7. Pada waktu itu, Atlantis harus berada dalam situasi perang dengan Athena.
  8. Metropolis Atlantis harus mengalami penderitaan dan kehancuran fisik parah yang tidak terperikan (unprecedented proportions).
  9. Metropolis Atlantis harus tenggelam seluruhnya atau sebagian di bawah air.
  10. Waktu kehancuran Metropolis Atlantis adalah 9000 tahun Mesir, sebelum abad ke-6 SM.
  11. Bagian dari Atlantis berada sejauh 50 stadia (7,5 km) dari kota.
  12. Atlantis padat penduduk yang cukup untuk mendukung suatu pasukan besar (10.000 kereta perang, 1.200 kapal, 1.200.000 pasukan)
  13. Ciri agama penduduk Atlantis adalah mengurbankan banteng-banteng.
  14. Kehancuran Atlantis dibarengi oleh adanya gempa bumi.
  15. Setelah kehancuran Atlantis, jalur pelayaran tertutup.
  16. Gajah-gajah hidup di Atlantis.
  17. Tidak mungkin terjadi proses-proses selain proses-proses fisik atau geologis yang menyebabkan kehancuran Atlantis.
  18. Banyak mata air panas dan dingin, dengan kandungan endapan mineral, terdapat di Atlantis.
  19. Atlantis terletak di dataran pantai berukuran 2000 X 3000 stadia, dikelilingi oleh pegunungan yang langsung berbatasan dengan laut.
  20. Atlantis menguasai negara-negara lain pada zamannya.
  21. Angin di Atlantis berhembus dari arah utara (hanya terjadi di belahan bumi utara)
  22. Batuan Atlantis terdiri dari bermacam warna: hitam, putih, dan merah.
  23. Banyak saluran-saluran irigasi dibuat di Atlantis.
  24. Setiap 5 dan 6 tahun sekali, penduduk Atlantis berkurban banteng.
Mungkinkah Sundaland di Indonesia sebagai Benua Atlantis? Silakan pertimbangkan sendiri mengacu pada 24 kriteria itu seandainya mengakui keabsahan konferensi itu.
Harus dicari di pikiran Plato
Dengan begitu gencarnya rebutan pendapat tentang lokasi Atlantis, ada kemungkinan bahwa lokasi itu fiktif belaka. Plato memimpikan suatu negara sejahtera dan kuat yang berpemerintahan adil-makmur, serta didukung oleh sumber daya alam yang berlimpah. Plato, setelah mendengar cerita Critias, mungkin saja membayangkan adanya negeri yang bersumber daya alam luar biasa yang berada jauh di belahan dunia timur (Nusantara) dari pelaut-pelaut yang kerap kali datang dan singgah di Mesir. Gabungan dari informasi ini serta mimpinya akan negara kuat yang tentu berlatar belakang konsep Yunaninya, akhirnya menelurkan adanya Negeri Atlantis.

Dari beberapa kutipan, dikatakan bahwa Plato sendiri mempunyai keyakinan bahwa mencari kenyataan bukanlah di dunia ragawi, tetapi melalui konsep atau pikiran. Kita jadi teringat pendapat seorang ahli geologi minyak bumi yang menyatakan bahwa “mencari minyak bumi tidak di lapangan, melainkan melalui pikiran.” Selain itu ada ungkapan Latin “amicus Plato, sed magis amica veritas,” yang secara harfiah berarti “Plato adalah temanku, tetapi aku lebih berteman dengan kebenaran” , atau secara bebas bisa kita katakan, “Plato adalah teman, tetapi saya lebih berpihak kepada kebenaran. ”
Dari paparan di atas, mulai dari ketidakjelasan ciri geografis Atlantis, bayangan negeri yang terlalu ideal, gabungan dari berbagai sumber yang dicomot dari sana-sini (yang ditandai bahwa setiap negara merasa mempunyai beberapa ciri Atlantis, tetapi sekaligus tidak mempunyai ciri-ciri lainnya), akhirnya dapat kita simpulkan bahwa “lokasi Atlantis hanya ada di pikiran Plato.” Sang filsuf telah sukses menciptakan suatu wacana tentang lokasi negeri makmur yang bermain-main di sudut-sudut pikirannya, namun diperdebatkan berabad-abad kemudian, menciptakan harapan bagi para peneliti dan para penganut romantisme ***

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Atlantis adalah mungkin mimpi Plato akan negara yang ideal (sumber gambar Plato: foto oleh Alamy di www.guardian.co.uk, unduh 3-3-2012, dan sketsa Walter Heiland di buku Albert Herrmann's Unsere Ahnen und Atlantis (1934) dari www.daviddarling.info unduh 3-3-2012
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------



SEJARAH INTERNET



PENGERTIAN INTERNET, SEJARAH INTERNET, MANFAAT INTERNET

SEJARAH INTERNET
Berikut sejarah kemunculan dan perkembangan internet.
Sejarah internet dimulai pada 1969 ketika Departemen Pertahanan Amerika, U.S. Defense Advanced Research Projects Agency(DARPA) memutuskan untuk mengadakan riset tentang bagaimana caranya menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik.

Program riset ini dikenal dengan nama ARPANET. Pada 1970, sudah lebih dari 10 komputer yang berhasil dihubungkan satu sama lain sehingga mereka bisa saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan.

Tahun 1972, Roy Tomlinson berhasil menyempurnakan program e-mail yang ia ciptakan setahun yang lalu untuk ARPANET. Program e-mail ini begitu mudah sehingga langsung menjadi populer. Pada tahun yang sama, icon @juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan "at" atau "pada". Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat. Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang menjadi anggota jaringan
Arpanet.

Pada tahun yang sama, dua orang ahli komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah gagasan yang lebih besar, yang menjadi cikal bakal pemikiran internet. Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.

Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris berhasil mengirimkan e-mail dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern. Setahun kemudian, sudah lebih dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network. Pada 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, menciptakan newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Tahun 1981 France Telecom menciptakan gebrakan dengan meluncurkan telpon televisi pertama, dimana orang bisa saling menelpon sambil berhubungan dengan video link.

Karena komputer yang membentuk jaringan semakin hari semakin banyak, maka dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982 dibentuk Transmission Control Protocol atau TCP dan Internet Protokol atau IP yang kita kenal semua.

Sementara itu di Eropa muncul jaringan komputer tandingan yang dikenal dengan Eunet, yang menyediakan jasa jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan jasa e-mail dan newsgroup USENET.

Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, maka pada tahun 1984 diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer lebih. Pada 1987 jumlah komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat manjadi 10.000 lebih.

Tahun 1988, Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan sekaligus memperkenalkan IRC atau Internet Relay Chat. Setahun kemudian, jumlah komputer yang saling berhubungan kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Tahun 1990 adalah tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut www, atau Worl Wide Web.

Tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer, dan di tahun yang sama muncul istilah surfing the internet. Tahun 1994, situs internet telah tumbuh menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Dunia langsung berubah. Di tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus kelahiran Netscape Navigator

PENGERTIAN INTERNET
Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif.

MANFAAT INTERNET
Secara umum ada banyak manfaat yang dapat diperoleh apabila seseorang mempunyai
akses ke internet .Berikut ini sebagian dari apa yang tersedia di internet:
1. Informasi untuk kehidupan pribadi :kesehatan, rekreasi, hobby, pengembangan pribadi, rohani, sosial.
2. Informasi untuk kehidupan profesional/pekerja :sains, teknologi, perdagangan, saham, komoditas, berita bisnis, asosiasi profesi, asosiasi bisnis, berbagai forum komunikasi.
Satu hal yang paling menarik ialah keanggotaan internet tidak mengenal batas negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor faktor lain yang biasanya dapat menghambat pertukaran pikiran.

Internet adalah suatu komunitas dunia yang sifatnya sangat demokratis serta memiliki kode etik yang dihormati segenap anggotanya. Manfaat internet terutama diperoleh melalui kerjasama antar pribadi atau kelompok tanpa mengenal batas jarak dan waktu.

Untuk lebih meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, sudah waktunya para profesional Indonesia memanfaatkan jaringan internet dan menjadi bagian dari masyarakat informasi dunia.

Perancang Lambang Garuda Pancasila yang Terlupakan



Siapa tak kenal burung Garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila). Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913.
Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab –walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak –keduanya sekarang di Negeri Belanda.

Syarif Abdul Hamid Alkadrie menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi Sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar – karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat di marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara.
Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974 Rancangan terakhir inilah yang menjadi lampiran resmi PP No 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No 66 Tahun 1951. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Turiman SH M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar Magister Hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara. “Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data. Dari tahun 1998-1999,” akunya. Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Masagung Jakarta, Badan Arsip Nasional, Pusat Sejarah ABRI dan tidak ketinggalan Keluarga Istana Kadariah Pontianak, merupakan tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpulkan bahan penulisan tesis yang diberi judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI (Suatu Analisis Yuridis Normatif Tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan). Di hadapan dewan penguji, Prof Dr M Dimyati Hartono SH dan Prof Dr H Azhary SH dia berhasil mempertahankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan. Mulai dari sketsa awal hingga sketsa akhir. Garuda Pancasila adalah rancangan Sultan Hamid II,” katanya pasti. Besar harapan masyarakat Kal-Bar dan bangsa Indonesia kepada Presiden RI SBY untuk memperjuangkan karya anak bangsa tersebut, demi pengakuan sejarah, sebagaimana janji beliau ketika berkunjung ke Kal-Bar dihadapan tokoh masyarakat, pemerintah daerah dan anggota DPRD Provinsi Kal-Bar.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Dunia NgeBlog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger